Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

DÉJÀ VU, PENGALAMAN BARU ATAU PERISTIWA LAMA

Ketika kita merasakaan seolah-olah pernah mengalami atau melihat suatu situasi atau peristiwa, dan sensasi emosi kita cukup intens merasakannya dan kita sungguh tidak dapat mengingat kapan, dimana dan bagaimana pengalaman itu terjadi, sebagaimana yang ditanyakan seorang teman (Mu-adi Cool) di Komunitas Bawah sadar, dikenal dengan istilah ‘deja vu’. Dan menurut para pakar, sekurang-kurangnya 70 % populasi penduduk bumi pernah mengalami fenomena déjà vu. Kata ‘deja vu’ berasal dari bahasa Perancis yang secara harafiah mengandung makna ‘pernah melihat’. Fenomena déjà vu pertama kali ditemukan oleh Emile Boirac. Menurut Kamus Psikologi (J.P. Chaplin), déjà vu adalah ilusi seperti sudah kenal atau sudah akrab ditengah suatu tempat yang sama sekali asing; timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai akibat adanya isyarat yang sudah dikenali, namun ada didalam sub-ambang kesadaran. 

Selanjutnya fenomena ini banyak menarik minat para ahli untuk melakukan penelitian.
1.Akira O’Connor dan Chris Moulin :
Menciptakan sensasi déjà vu melalui hypnosis dalam penelitian yang mereka lakukan.
2. Kennet Peler :
Menyimpulkan bahwa déjà vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan orang mengalami peristiwa yang sama atau peristiwa yang dialami itu mirip dengan peristiwa yang pernah dibayangkan.
3. Vernon Neppe :
Memberikan batasan tentang déjà vu sebagai pengaruh subjektif mengenai anggapan tentang adanya kesamaan pengalaman sekarang dengan pengalaman masa lalu yang sulit dijelaskan.
4. James Lampinen :
Mendefinisikan déjà vu sebagai perasaan yang begitu kuat mengenai kesamaan yang terjadi pada situasi baru.
5. Susumu Tonegawa : 
Meneliti otak tikus, pada dentate gyrus (bagian dari hippocampus) yang berfungsi mengatur ingatan episodic (ingatan tentang pengalaman pribadi). Menurutnya, ketika dentate gyrus tidak berfungsi normal (karena bertambahnya usia atau munculnya penyakit degenerative), maka seseorang sulit membedakan apakah peristiwa yang dialami itu sungguh-sungguh ‘baru’ atau sudah pernah dialami.

Secara umum déjà vu biasanya memiliki 3 variasi : déjà vecu (pernah mengalami), déjà senti (pernah memikirkan) dan déjà visite (pernah mengunjungi). Disamping itu, déjà vu memiliki 4 tipe : berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu), berkaitan dengan perasaan tertentu (sense déjà vu), berkaitan dengan tempat (place déjà vu) dan kombinasi life déjà vu, senses déjà vu dan place dejavu.

Biasanya pengalaman déjà vu selalu disertai dengan munculnya perasaan bahwa kita ‘sudah kenal’ atau ‘sudah tahu’ bahkan ‘sudah pernah mengalami’. Fakta lain juga menunjukkan kalau déjà vu seringkali merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan karena kita seolah-olah ‘terpaksa’ dan ‘dipaksa’ untuk menyaksikan serpihan mozaik film documenter kehidupan yang menyeramkan, aneh bahkan tidak rasional. Biasanya pengalaman ini berkaitan denga mimpi, walau dalam beberapa kasus hal itu sungguh sebuah ‘pengalaman lama’ yang pernah kita alami.

Dari berbagai pengalaman dan bentuknya, déjà vu dibedakan dalam 2 kategori besar :
1. Déjà vu asosiatif, yaitu kategori déjà vu yang umum dialami orang normal. Melalui panca indra kita yang merupakan modalitas sensori, kita telah menerima berbagai stimulus secara visual (melihat, menonton, membaca, menyaksikan, membayangkan), kinestetik (merasakan sentuhan, dingin, panas,kasar, menangkap), auditori (mendengar), olfactory (mencium aroma atau bau) dan gustatory (merasa asin, manis, pahit, pedas). Dan semua ini berkaitan dengan pusat memori di dalam otak kita. 
2. Déjà vu biologik. 
Déjà vu pada orang-orang penderita penyakit tertentu seperti epilepsy cuping dan Alzheimer. Jenis penyakit ini biasanya menyebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel-sel otak. 

Lebih menarik lagi bila kita mencermati déjà vu melalui salah satu mazhab psikologi, yaitu psikoanalisa. Jika ditilik dalam perspektif psikoanalisa, dapat dikatakan déjà vu berkaitan dengan alam bawah sadar dan faktor genetika, dimana ada peran pewarisan neuron (sel khusus otak) melalui orangtua dan generasi diatas kita. Mungkin mereka pernah mengalami sebuah pengalaman, kemudian pengalaman ini disimpan di long term memory (LTM) pada bawah sadarnya. Kita mewarisi sel-sel LTM dari generasi diatas kita. Dengan kata lain, bisa jadi pengalaman yang kita rasakan adalah pengalaman generasi diatas kita atau pengalaman kita sendiri yang lama tersimpan dibawah sadar kita. 

Nah, teman-teman…déjà vu memang masih memerlukan penelitian panjang dan berkelanjutan dari para ahli. Kesulitannya adalah, déjà vu merupakan pengalaman yang sangat personal yang bisa muncul tak terduga pada siapa saja, dimana saja, kapan saja dan dalam situasi apapun, sehingga pembuktian secara empiris dan ilmiah tentang kebenaran pengalaman déjà vu cukup sulit dilakukan. Walaupun saat ini telah berkembang teknologi pemindai otak yang dapat memonitor apa yang terjadi didalam otak, saat seseorang mengalami sebuah peristiwa, tetapi tentu alat tersebut sulit dibawa-bawa. Sekarang, ketika ada diantara kita yang mengalaminya, tidak usah capek-capek memikirkannya, kapan dan dimana pernah mengalaminya. Itu sebuah fenomena alam yang biasa. Kecuali frekuensi anda mengalaminya cukup tinggi dan dalam rentang waktu yang pendek, barangkali anda perlu waspada. Mungkin ini berkaitan dengan kelainan tertentu pada jaringan otak yang mengalami degenerative karena penyakit atau trauma tertentu. Untuk itu memang perlu penanganan ahli. 

Sebagai penutup, saya cukup senang, andaikata ada diantara teman-teman yang berminat melakukan riset tentang déjà vu, mengapa tidak? Semoga catatan kecil ini memperkaya kita serta terus menyemangati kita untuk melakukan proses pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan alam pikiran manusia.Salam Joss…. (Yoseph Tien, disarikan dari berbagai sumber pembelajaran).

Posting Komentar

0 Komentar